Wednesday 23 June 2010

PEREMPUAN & OTOMOTIF


Nalar patriarki modern dalam jagat automotif secara jelas memperbudak perempuan. Motor dan mobil sebagai produk pembangkit modal kaum kapitalis didesain agar perempuan tak pernah sadar untuk selalu menjadi objek pasar. Tak hanya terlihat dari foto model perempuan yang berfoto seksi di kalender, iklan automotif membuat nalar perempuan dikonstruksi,sehingga sadar akan kecanggihan dan kemewahan automotif yang mendamba maskulinitas lelaki.



Foto model profesional yang menampakkan belahan dadadi kalender iklan automotif telah mengonstruksi pandangan lelaki untuk terus mengikuti arus yang dibawa produsen automotif. Peran perempuan juga memberikan pandangan pada para perempuan untuk terus mendorong lelaki menjadi konsumen kendaraan maskulin. Selain terobjekkan, perempuan di jagat automotif telah memasuki taraf efektualitas pasar. Perempuan digunakan sebagai subjek kapitalis demi meraup keuntungan setinggi langit. Perempuan menstimulasi lelaki untuk mengikuti tren automotif karena mitos “ makin bagus motormu, kian banyak perempuan yang menempel ”.

Jelas sekali, konstruksi maskulinitas oleh perempuan menjadi aset bagi pemilik modal untuk terus menggunakan perempuan secara material sebagai imaji kesuksesan lelaki. Itu terlihat dari kendaraan yang dimiliki lelaki.

Sampai saat ini, pelacakan industri automotif yang mengarahkan objek ke perempuan sangat mudah terbongkar karena hampir setiap produsen automotif melibatkan perempuan dalam promosi. Lelaki dan perempuan saling terkait untuk menciptakan dinamika kultural terhadap mitos kendaraan yang dibangun para produsen. Hal itu berpengaruh penting terhadap fluktuasi imaji perempuan dalam memandang maskulinitas yang kian bias.

Paradigma pikir maskulinitas yang absolut melafalkan kredo pemasaran yang termanifestasikan perempuan. Simbol Automotif Fakta mengejutkan, nyaris tak ada resistensi perempuan akan imaji yang dibentuk kaum kapitalis tentang maskulinitas oleh kendaraan. Kalaupun ada, mungkin tak cukup pintar untuk mematahkan mitos maskulinitas, yang telanjur terbentuk sejak lama. Perempuan terus-menerus menjadi objek dalam sekian banyak pasar automotif dari
arena balap, mulai kelas jalanan sampai kelas internasional.
Lihatlah, peran perempuan untuk membawa payung demi mencitrakan kesuksesan lelaki. Para “gadis payung” itulah yang menguatkan argumentasi: perempuan hanya pelengkap kesuksesan lelaki.


Perempuan sering kali dipandang hanya menjadi simbol otoritas patriarki. Padahal, peranan perempuan memuluskan representasi maskulinitas yang terkonstruksi sebagai alat kapitalis. Identitas dan eksistensi lelaki pun telah dibentuk oleh nalar itu. Pemilik modal makin pintar memanfaatkan perempuan muda, yang secara mental mudah terintimidasi. Selayaknya Freud mengutarakan teori tentang seksualitas dan maskulinitas, ada “pulsi seksual” yang terbentuk saat pubertas bahwa pulsi muncul dalam bentuk daya tarik tak tertahankan, dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lain. Bentuk “natur seksualitas” itulah yang menjadi dasaruntuk merekonstruksi pola pikir perempuan muda tentang maskulinitas. Bias gender dalam automotif tak terdeteksi. Aroma kosmologi tubuh perempuan makin harum dalam jagat automotif sebagai kontrak sosial maskulinitas. Dalam memperoleh anugerah “ kejantanan” itu, lelaki haruslah mengunjungi showroom kendaraan bermotor dan membeli salah satu yang terbaru dengan segala jenis kecanggihan yang ditawarkan produsen kendaraan. Begitukah perempuan sekarang memandang maskulinitas lelaki?Bias Gender Konstruksi dan bias gender antara perempuan dan lelaki masih pada tahap emansipasi belum kritis. Perempuan juga disajikan dalam rubrik-rubrik majalah automotif. Mereka menciptakan ruang bagi perempuan untuk mengisi kolom dalam hal bakat serta hobi mengenai automotif. Perempuan penggemar automotif merasa telah memiliki embel emansipasi perempuan, padahal jelas sekali deliberasi mereka terejawantah dalam benih privatik. Perempuan mulai mengakumulasi bidang jalan yang mereka perlukan untuk merambah kekuasaan, bahkan melalui jalan pragmatis kapitalisme. Perjamuan automotif masih mengelu-elukan perempuan. Karena, terbukti perempuanlebih bergairah ketika melihat produk yang ditawarkan produsen automotif. Nalar mereka ngiler melihat segala gaya terbaru mobil dan motor yang secara mitis meningkatkan gairah belanja (konsumtivisme), gengsi, dan erat berkait dengan citra masyarakat tentang status sosial.Sering kali produsen automotif juga mencari embel-embel yang lebih mengunjukkan kekuasaan yang dilekatkan pada bandrol produk mereka. Menggunakan kalimat persuasif yang kian hiperbolik untuk mengukuhkan citra produk yang tiada dua. Tak ayal, perempuan dalam imaji ideal beranggapan bahwa lelaki akan tetap eksis dengan reputasi sukses hanyadengan melihat kendaraan yang mereka pakai. Eksistensi wagu yang dicipta produsen dalam relasi emotif dengan jargon ekstrapenetratif. Perempuan yang geger melihat lelaki berkendaraan canggih tentu kerepotan dengan dandanan yang tipis-tipis saja. Mereka harus menata kembali rambut hingga ke ujung kala kendaraan mewah itu lewat atau diparkir di depan mata.
Flirting dilancarkan, kemudian pasrah kepada Tuhan agar dimuluskan segala aksi menggaet lelaki bertitel sukses di dalam mobil itu. Perempuan dalam nalar itu adalah perempuan yang cinta menjadi budak maskulinitas dan terkungkung dalam politik ekonomi para produsen automotif. Sampai kapan perempuan terlena dan menjadi korban dalam jagatautomotif? Entahlah.

Judul asli:Perempuan di Jagat Automotif
Oleh Sartika Dian Nuraini
Suara merdeka 16 Juni 2010


Sartika Dian Nuraini,
mahasiswa Sastra Inggris
UNS, aktif mengikuti
Pengajian Senin

No comments:

Share/Save/Bookmark