Monday 21 June 2010

PEREMPUAN ( lagi ) !!!!!!


Pemahaman tentang tubuh dan penampilan ekspresif tentu jadi pertimbangan untuk kehadiran seorang perempuan di hadapan orang lain.Perkara tubuh dan sekian hal yang melekat dan menempel dikonstruksi sebagai representasi dan realisasi identitas.Kehadiran tubuh dengan konstruksi tertentu secara implisit dan eksplisit menjadi referen pengenalan identitas yang berurusan dengan pencitraan, harga diri, dan gaya hidup. Identitas itu rentan dengan distorsi dan manipulasi dengan pamrih konsumsi dan pemaknaan hidup melalui eksplisitas tubuh. Kehadiran perempuan dengan tubuh dan sekian hal yang menempel dan melekat bisa menjadi pengesahan untuk konstruksi identitas.


Pengesahan itu mulai dari visual dan pencitraan yang terbaca melalui penglihatan atau tatapan mata. Sartre mengingatkan, identitas manusia adalah produk dari tatapan mata. Identitas itu tentu mengena pada persoalan eksistensi manusia melalui penghadiran konstruksi tubuh. Tubuh perempuan memiliki hubungan intim dengan pasar.Tubuh itu dikonstruksi dengan pelbagai hal sebagai penempelan dan pelekatanaksesori dari produk pasar.
Afrizal Malna (1985) dalam puisi “Gadis Kita” menuliskan:“tubuhmu keramaian pasar gadisku”. Kalimat Afrizal Malna itu menjadi metafor representatif untuk menilai kecenderungan posisi perempuan dalam kuasa modernitas dan kapitalisme pasar. Tubuh perempuan dalam kepentingan kapital diposisikan sebagai sasaranpasar. Mekanisme untuk merealisasikan kepentingan itu adalah pemunculan hasrat konsumsi pada perempuan dengan pencapaian dan penghadiran identitas tertentu.
Tubuh Cavallaro (2004) menyebutkan, sejak akhir abad ke-20, tubuh menjadi fokus perhatian dalam proses modernitas. Masyarakat modern memandang tubuh sebagai realitas natural dan mengandung konsep kultural.
Pencitraan terhadap tubuh menjadi ikhtiar mendefinisikan identitas individu dan sosial yang berkait dengan pemahaman tubuh diri sendiri dan tubuh orang lain. Identitas perempuan dalam pemikiran Cavalarro mengandung kasualitas bahwa tubuh natural dan kultural mungkin tertundukkan oleh hukum modernitas dan kapitalisme. Ekplisitas dari sekian perkara itu adalah konsumsi.Konsumsi menjadi perkara yang mengandung utopia dan risiko. Tubuh sebagai pusat perkara dalam kebudayaan mutakhir adalah subjek dan objek untuk sistem dan mekanisme pasar dari produksi, distribusi, dan konsumsi.Tubuh dalam wacana konsumsi memainkan peran penting karena menentukan operasionalisasi pasar yang membutuhkan transformasi komoditas untuk kuasa pemaknaan identitas atau gaya hidup. Konsumsi untuk tubuh perempuan mulai terpahami sebagai implikasi dari identitas (gaya hidup) sentralistik yang dominan ditentukan dari luar.
Yasraf Amir Piliang (2004) menjelaskan, pemikiran ekonomi-politik tubuh membuat tubuh perempuan dieksploitasi dalam konteks ideologi kapitalisme. Tubuh perempuan dipandang memiliki potensi ekonomi yang dimanifestasikan dengan konsumsi untuk kecantikan dan sensualitas.Identitas Pemaknaan hidup dan identitas perempuan memang berada dalam risiko ketika hendak tunduk atau melakukan resistensi terhadap kuasa pasar dan modernitas. Identitas dalam kuasa modernitas praktis berada dalam mekanisme pasar dan menguatkan konsumsi sebagaijuru bicara primer. Pemikiran mutakhir cenderung dibayangi dengan kredo-kredo konsumsi yang distortif dan manipulatif.
John Storey (2006) menyebutkan sebuah kredo ampuh yang kerap direalisasikan masyarakat: “mencari identitas dalam konsumsi”. Kredo itu pun berlaku pada perempuan sebagai pelaku yang menentukan keberhasilan sistem dan mekanisme pasar.Yasraf Amir Piliang (2004) menyebut, perilaku konsumsi dalam relasi identitas dan modernitas adalah perkara sirkulasi benda-benda dan realisasi kepentingan konsumen untuk memperebutkan identitas dan makna sosial.
Kredo konsumsi itu mengacu pada ideologi konsumtivisme bahwa makna kehidupan harus ditemukan pada apa yang ditemukan dalam konsumsi ketimbang pada apayang dihasilkan (produksi).Ideologi konsumtivisme adalah hantu mutakhir yang susah dihindari atau disingkirkan karena kuasa kapitalisme pasar dan modernitas makin menemukan legitimasi. Hal yang mencemaskan darihantu mutakhir itu adalah hegemoni pasar tanpa kritik atau resistensi. Herbert Marcuse (1968) mengingatkan,ideologi konsumtivisme mendorong eksplisitas kebutuhan palsu yang memainkan peran sebagai bentuk kontrol sosial.Tubuh perempuan dan identitas yang berada dalam kuasa pasar tentu bakal menghadapi risiko besar.Risiko itu adalah taruhan eksistensi dan esensi. Tubuh perempuan sebagai keramaian pasar menjadi tanda seru dan tanda tanyayang mencengangkan dan menegangkan.Hasrat dan mekanisme perempuan dalam mengonsumsi identitas melalui praktik belanja dan memosisikan tubuh sebagai pasar adalah proyek obsesionis-destruktif. Identitas perempuan mesti dikonstruksikan dengan laku produktif untuk pencapaian makna diri. Konsumsi identitas adalah ilusi modernitas yang bakal menjerumuskan perempuan dalam kubangan gelisah.




Judul asli :Tubuh, Identitas dan Konsumsi
Suara merdeka 16 Juni 2010
Oleh Bandung Mawardi
pengelola
Jagat Abjad Solo

No comments:

Share/Save/Bookmark